JAKARTA,dotNews.id – Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, ditetapakan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Effendi diamankan KPK bersama 13 rekan lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Bekasi, Rabu (05/01/22) siang.
“Berdasarkan kesimpulan KPK, ada sembilan tersangka dalam operasi tangkap tangan. Dimana sebagai pemberi empat orang dan penerima lima orang,” sebut ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (06/01/22).
Diterangkannya, kronologi OTT tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat yang menginformasikan adanya penyerahan uang kepada penyelenggara negara.
“Nah dari laporan tersebut, tim kemudian bergerak menuju sebuah lokasi di wilayah Kota Bekasi,” singkatnya,
Lanjut Bahurin, selanjutnya tim mendapatkan informasi jika uang akan diserahkan oleh M Bunyamin (MB), selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi kepada Wali Kota Bekasi. Selanjutnya, tim KPK melakukan pengintaian dan mengetahui jika M Bunyamin telah masuk ke rumah dinas Wali kota Bekasi dengan membawa sejumlah uang dan diduga telah diserahkan kepada Rahmat Effendi.
“Sekira pukul 14.00 WIB, KPK bergerak mengamankan MB disaat keluar dari rumah dinas Effendi,” terang Bahuri.
Dikatakanya dalam waktu yang bersamaan KPK juga mengamankan beberapa pihak diantaranya, Rahmat Effendi, Lurah Kali Sari Mulyadi, Bagus Kuncorojati, staf sekaligus ajudan Rahmat Effendi dan beberapa ASN Pemkot Bekasi.
“Di temukan barang bukti uang dengan jumlah Rp5,7 miliar, berupa uang tunai dan buku rekening yang diterima Effendi dari anak buahnya terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan tersebut. Dimana Rp3 miliar uang tunai dan Rp2,7 miliar dalam buku rekening,” jelasnya.
Barang bukti tersebut Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE yang diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, dengan menggunakan modus sebutan ‘untuk sumbangan masjid’. RE juga diduga campur tangan dan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digusur dan digunakan untuk proyek pengadaan. Lokasi-lokasi itu antara lain pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu Rp21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar, dan lanjutan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
“Selanjutnya pihak-pihak (swasta) tersebut menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaannya. RE juga, diduga menerima ratusan juta rupiah dari hasil minta uang jabatan kepada pegawai Pemerintah Kota Bekasi,” tutup Bahuri.(*)