BERAPA dulu ?, kata itu lah yang menjadi tren dalam perbincangan sebagian besar masyarakat di Sulawesi Utara (Sulut), jelang hari pemungutan suara pemilihan umum (Pemilu) Tanggal 14 Februari tahun 2024 mendatang.
Menurut mereka, semua calon peserta pemilu wajib dipilih namun harus beralaskan Muqaddimah visi-misi dengan penutup ‘kuti-kuti’ untuk mencapai kata Mufakat.
Sederhananya tanpa kuti-kuti atau bahasa trennya dikalangan akar rumput sebagian besar masyarakat Sulut menjawab ‘berapa dulu’ menjadi akhir final percakapan di setiap ajakan yang dilakoni para tim sukses memasarkan kandidatnya.
Cara ini tentunya mencoreng hajatan pesta demokrasi, namun apapun itu kembali lagi kedaulatan ada ditangan rakyat.
Akan tetapi para calon peserta pemilu perlu ingat, meraih kemenangan dalam kontestasi jangan sampai melanggar aturan.
Salah satunya tidak menggunakan politik uang alias money politik. Larangan politik uang tentunya tertuang pada Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.
Pun demikian, apapun bentuk aturannya masyarakat tidak mengenal akan hal tersebut, yang ada hanyalah persyaratan setiap calon peserta pemilu wajib menyiapkan cos politik. Bisa jadi ini menjadi salah satu alasan masyarakat agar tidak hanya termakan janji dari para calon selama lima tahun kedepan, sehingga mereka mengambil sikap setiap suara ada follback berupa uang yang harus dikeluarkan para kandidat.
Pola pikir ini menjadi tugas dari pihak penyelengara dan pengawas pemilu serta calon perseta pemilu agar rakyat tidak terjebak dalam sistem money politik.
Bagaimana itu, pihak penyelenggara KPU dan Bawaslu harus tegak lurus menegakan aturan tanpa pandang bulu menindak para pelanggar pemilu secara transparan. Bagitu juga bagi peserta pemilu wajib mengutamakan calon-calon yang kredibel yang benar-benar hadir sebagai penyambung lidah masyarakat bukan menjadikan rakyat sebagai alat untuk mencapai kepentingan pribadi dan kelompok.(**)