Jakarta, dotNews.id – Dalam dua tahun terakhir, harga sejumlah bahan pokok melonjak, diantaranya daging sapi, kedelai dan gandum. Hal ini dikatakan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, dalam Rapat Kerja dengan Komite 2 DPD RI, Senin (21/3).
Menurutnya, sebagian besar dari kenaikan harga-harga tersebut disebabkan oleh konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina yang membuat harga bahan pokok di pasar internasional terdampak.
“Dari 11 Maret 2020 hingga 11 Maret 2022, jagung sudah naik 97 persen, (daging) sapi bakalan naik 67 persen, gula sudah naik hampir 48 persen, kedelai naik 92 persen, dan crude palm oil sudah naik 221 persen,” ungkap Lutfi yang dilansir CNN Indonesia.
Ia mengatakan daging sapi mengalami lonjakan harga paling tinggi. Salah satu alasannya adalah kebakaran hutan di Australia yang membuat pengiriman daging sapi dibatasi. “Kami sedang mencari opsi-opsi lain yaitu mengimpor dari negara lain seperti India yang harganya lebih terjangkau dan sekarang kementerian pertanian sedang menggali dan me-restock sumber baru sapi ini,” katanya.
Untuk kenaikan harga kedelai, ia menjelaskan bahwa harga kedelai pada 11 Maret 2020 di pasar internasional dibanderol US$316 dolar per ton harga kini sudah meloncat 92,88 persen menjadi US$607 dolar per ton-nya.
Selain itu, ia menyebut harga gandum di pasar internasional sedang mengalami kenaikan luar biasa karena permasalahan invasi Rusia terhadap Ukraina. Garga gandum pada Maret 2022 sudah melonjak dua kali lipat sejak Maret 2020, yaitu dari US$188 per metrik ton-nya menjadi US$448 dolar Amerika.
Harga gandum mencapai puncaknya pada 8 Maret 2022 saat mencapai US$473 per metrik ton. Kenaikan harga gandum khususnya menjadi tantangan berat bagi Indonesia dari segi impor, karena Indonesia mengimpor 24 persen pasokan gandumnya dari Ukraina. “Karena Ukraine dan Rusia ini juga menghasilkan gandum internasional , yang merupakan 24 persen dari gandum kita berasal dari Ukraina dan mereka ini dipanen pada akhir 2021. Berbeda dengan Amerika dan Brazil,” kata Lutfi.
Ia juga mengaku pupuk urea menjadi salah satu permasalahan utama, karena harganya yang naik menjadi 236 persen dibandingkan 2020. Hal ini disebabkan Rusia yang merupakan salah satu penghasil urea terbesar di dunia kini terhambat ekspornya. “Kalau kita lihat pupuk Urea harganya sudah naik 236 persen, karena salah satu penghasil Urea itu adalah Rusia dan harga sudah menjadi Rp12.425 per kilogramnya. Harga kini sudah di atas Rp20 ribu, yang membuat barang ini sangat langka di Indonesia juga,” ujar Lutfi.
(**)